Monday, January 13, 2025

Gen Z dalam Tantangan Dunia Kerja : Label Generasi Lemah dan Generasi Mental Tempe

Gen Z adalah generasi yang lahir pada tahun  1997-2012 atau akhir tahun 90-an sebagai tahun hitungan awal kelahiran dan awal tahun 2010 sebagai akhir kelahiran gen Z. Generasi ini lahir dengan perkembangan teknologi dan infromasi yang begitu pesat. Kemajuan dan keterbukaan informasi membuat gen Z hidup pada masa-masa yang sangat promblematik bahkan sering juga dijuluki generasi  instan tanpa tahu cara berproses dan berproggress.

Sumber gambar : NU online


Tulisan ini dibuat untuk menjawab sebagian dilema masalah atau pertanyaan-pertanyaan di luar sana terkait gen Z yang dilabelin banyak hal-hal negatif. Beberapa hal-hal negatif tersebut, penulis coba jabarkan dan uraikan secara singkat:

1. Generasi serba instans 

Generasi Z dikatakan generasi serba instan. semua mau hasil yang cepat dan instan mendapatkan segalanya. Sebagai contoh, gen Z dalam bekerja ingin gaji yang besar namun minim pengalaman dan pengetahuan. Sehingga sekarang ini gen Z lebih banyak memilih menganggur daripada bekerja gaji UMR apalagi dibawahnya. Padahal di Indonesia pekerjaan dan industri yang terbuka besar dunia kerja adalah digaji UMR bahkan banyak dibawahnya. Gen Z ini sangat memilih-memilih pekerjaan, tanpa ingin mencoba dulu, berproses dulu, belajar  dulu baru mendapatkan pengalaman dan ilmu. Sehingga Proses tersebutlah yang membentuk valuesnya kedepannya. 


2. Generasi Tempe 

Generasi tempe disematkan pada gen Z akibat mental mereka yang dianggap menye-menye, gampang stress, tidak tahan bekerja dalam tekanan, dikit-dikit healing, work life balance, dan  kehidupan yang prolematik. Generasi ini akhirya diangggap lebih lemah dari generasi-generasi sebelumnya seperti generasi milenial dan baby boomer. Hal-hal ini banyak terjadi akibat keterbukaan informasi dan standardisasi generasi yang didasarkan pada sosmed. Standar gen Z sekarang adalah standar media sosial, kerja yang  penting happy, kerja harus seimbang dengan liburan.  Kerja cerdas bukan  kerja keras, ditekan atasan, besok berpikir ajukan resign. Komunikasi tidak beretika. diberikan evaluasi, merasa tersakiti, dan curhat masalahnya di sosmed. 


3. Generasi ikut-ikutan trend atau  FOMO 

FOMO atau Fear of Missing Out.  Gen Z menjadi generasi yang tidak mau ketinggalan trend yang viral di medsos. Mereka takut takut dianggap kurang pergaulan atau  tidak mengikuti perkembangan zaman. Sehingga banyak banget gen Z termakan  gaya marketing berbagai produk dan gaya hidup yang tinggi tanpa memperhatikan pendapatannya. Sehingga tidak heran jika sekarang gen Z banyak tidak melek financial, mereka banyak macet di sistem perbankan. Kemudahan penggunaan Paylater dipakai sembarangan tanpa diimbangi kemampuan membayar.  


Selanjutnya, dibalik pandangan negatif ini terkait gen Z ada masalah serius kini yang sedang menghantui Indonesia bahkan dunia secara global.


1. Gen Z tumbuh pada masa harga-harga mahal.

Gen Z sekarang hidup dimana harga-harga hanya sekedar hidup atau kebutuhan pokok sangat mahal. Harga Sandang, Pangan dan papan hampir sulit dijangkau generasi ini. Harga tanah selangit, kebutuhan sehari-hari mahal sehingga, gen Z ini sekarang sangat memilih pekerjaan dan memandang gaji yang ideal agar mereka setidaknya dapat bertahan hidup.     Hal ini juga tentu tidak masalah tungggal dari Gen Ztetapi juga dari gennerasi sebelumnya. dari gen X, Baby Boomer, dst. Mereka telah menguasasi tanah dengan dalih investasi zaman dulu. Sehinga semua harga tanah saat ini sudah sulit dijangkai gen Z , apalagi untuk memenuhi papan atau kebutuhan rumahnya. 

Berbagai kesulitan yang muncul dewasa ini juga didukung dari data dan angka pernikahan di Indonesia yang terus  menurun. Para pemuda usia matang untuk menikah menunda menikah bahkan mulai naik trend menunda kehamilan. Jadi Gen Z yang saat ini sedang berada di masa-masa yang sangat sulit. 


2. Gen Z tumbuh di era bonus demografi usia produktif. 

Jumlah lowongan pekerjaan di Indoensia tidak sesuai dengan jumlah pelamar. Jumlah usia produktif Indonesia sangat banyak, namun yang dituhkan dunia kerja hanay sedikit. Bahkan pekerjaan sebagai pelayan rumah makan pun yang dibutuhkan tidak sampai puluhan orang, dapat dilamar oleh ratusan orang. dan pekerjaan yang dibutuhkan ratusan orang dilamar oleh ribuan orang bahkan jutaan orang. Berbagai tantangan hebat ini membuat pelamar kerja sangat struggle dalam mencari pekerjaan apalagi untuk mencari pekerjaan impian atau yang ideal. Banyak juga pekerjaan Ideal yang penuh dengan segudang persyaratan, seperti batasan umur, pendidikan, tinggi badan, penampilan menarik, dan berbagai persyaratan lainnya. 


3. Gen Z berjuang pada masa ketidakstabilan Global.

Krisis iklim seperti musim yang tidak sesuai keadaan seharusnya tentu berpengaruh pada mental gen Z. ketidakstabilan global seperti masa pandemi Covid-19 tentu merubah gaya kerja dunia yang lebih baru. termasuk di Indonesia. Dampak  dari pandemi sebelumnya, membuat perusahaan berlomba-lomba menggunkan teknologi. Sehingga mengurangi peluang menambah tenaga kerja. 

Tulisan ini adalah opini penulis sebagai gen Z. Generasi dimana penulis merasakan dimana beratnya perjuang bekerja agar sekedar  dapat hidup, apalagi untuk sejahtera.  Gen Z saat ini adalah orang-orang yang akan memimpin negeri ini, tentu juga untuk mencapai Indonesia emas 2045. Jadi generasi ini harus saling berkolaborasi antar generasi dan tentu harus terus meningkat kapabilitas dirinya masing-masing dengan terus menambah softskill dan hardskill yang akan sangat diperlukan dalam mencapai harapan gen Z dan tentu dapat membuat bangsa ini menjadi bangsa yang maju. 



Banjarmasin, 13 Januari 2025

Afrelan Sius Silalahi.

4 comments:

  1. Harus tahan banting dan tidak boleh cengeng. By : BOB SADINO

    ReplyDelete
  2. Kolaborasi seperti apa yang bisa dibangun untuk gen-z bersama gen sebelumnya di tengah-tengah perbedaan pengalaman dan ego masing-masing?. Misalnya, si A sebagai gen z kerja di salah satu tempat kerjaaan swasta, sering dimarahi atasannya ialah gen x, akhirnya si A ini sakit sakit hati, menyampaikan sakit hatinya ke sosmed dan berujung pada dia memutuskan untuk resign.
    Nah bagaimana mau membangun kolaborasi lintas gen tapi gen z misalnya ngobrol dan terbuka saja menyampaikan isi hatinya secara langsung dengan gen sebelumnya kesulitan dan malah pergi karena baperan duluan atau takut duluan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sangat menarik bung. Jawaban Lengkapnua saya kan coba Ulas kembali pada tulisan berikutnya. karena Sifat2 antar Generasi maupun ego, Perlu Untuk dicari titik temunya.
      Titik temu ini yg sulit dipertemukan. Maka izinkan saya sembari berpikir lagi

      Delete

5 DAFTAR PINJOL LEGAL MUDAH CAIR 2025